KEPASTIAN SENJA
Mini Fiksi
Bagaimana
aku lupa dengan senyum serta perangainya selama ini. Dari SD yang dekil hingga
sekarang usia 25 tahun yang penuh skill. Sifat humoris dan ketulusannya benar- benar
membuatku bertahan. Arya Sembada, lelaki yang menemaniku selama ini. Seseorang
yang selalu menghibur dan teman yang begitu peduli. Matanya selalu
berbinar saat kita bersama, dan ku tahu tak sekalipun dia berpaling dari
bayanganku, meskipun kita jarang bertemu. Iya, dia adalah teman kecil, sahabat,
kekasih hingga saat ini.
Sayangnyanya,
aku bukan gadis pemberani. Nyatanya 12 tahun menjalin kasih, aku hanya
menyembunyikan kisahnya dalam sebuah buku diary, tiada yang pernah tahu
termasuk keluargaku. Backstreet kata orang. Aku sendiri bingung bercerita dengan siapa. Kami memang dari keluarga yang berbeda, bahkan jika ibuku tahu. Pasti menjadi bulan - bulanan. Secara aku tahu, ibuku pasti tidak setuju.
Berulangkali ibuku berpesan, jangan mendekatinya. Namun sesungguhnya hati ibu sangat
peka, aku merasa beliau mengetahui jalinan ini meski tak sekalipun mulut menyuarakannya.
Hingga
hari itu, insting ibuku terbukti. Diaryku tertinggal secara tak sengaja di
kamar dan ibu menemukannya. Ibu mendiamkanku dua hari. Tak berkata sepatah
apapun. Aku bisa melihat kemarahannya. Tapi kutahu rasa sayang ibu yang besar
mampu mengendalikan emosi. Hingga beliau hanya bisa diam tanpa berkata apa -
apa. Iya, semenjak ayah meninggal, Ibu memang benar-benar menjagaku
dengan sekuat tenaga. Ucapannya tak pernah menyakiti hati. Ayah meninggalkan kami saat aku masih SMP. Seorang tokoh
agama yang disegani, dan Ibu adalah patner ayah sejati, yang selalu menghabiskan
waktunya dengan menjahit dan mengajari anak - anak mengaji di sore hari.
Sebagai
anak tunggal, aku tidak rela ibuku terluka. Tapi meninggalkan Arya seperti
mengiris hati sendiri, pedih. Bagaimana aku bisa hidup dengan laki - laki lain,
sedangkan jiwaku bersamanya. Kenyamanan yang terpupuk dari kecil hingga sulit
untuk berpaling.
"
Pikirkan baik - baik sebelum mengambil keputusan" Kata Ibu sore itu."
Suami adalah imam yang akan menuntunmu selamanya. Menikah bukan untuk hari ini,
tapi juga untuk kehidupan selanjutnya nanti. Ibu percaya kau mampu mengambil
langkah yang terbaik". Suaranya lembut namun tegas. Mengalirkan rasa yang
tak menentu di hatiku. Aku semakin resah
dengan langkah apa yang kupilih. Tak mengira Ibu bisa berkata sedalam ini.
Gawai
berbunyi, satu pesan dari Arya,
"
Kau hidupku, apapun akan kulakukan untukmu. Namun jika kau tak bahagia, aku
laki laki yang akan paling sedih. Jika kau mantab, memilihku menjadi laki –
lakimu, aku akan selalu ada untuk
menjagamu dengan segala hidupku. Aku akan memperjuangkan
seberapa berat rintangaannya. Namun jika kau merasa tidak nyaman dengan semua
ini. Aku akan melepasmu...aku lebih memilih kau bahagia tanpa merasa bersalah
dengan siapapun, meskipun aku tidak tahu bagaimana nanti aku hidup ". Seketika luruh hatiku. Aku
tak bisa berkta apa- apa. Hanya mampu berdoa kepada Tuhan agar memberikan terbaik, meminta sedalam – dalamnya.
Setelah melewati serangkaian kebingungan yang mendera, aku menemui Arya hari ini. Tatapannya masih tetap teduh. Dan semalam aku begitu tenang saat dia mengirim chat untukku, aku tahu dia mampu merasakan apa yang sedang kugelisahkan. Apa yang dia katakan membuatku luluh. Aku semakin memantapkan keputusanku.
Aku duduk menghadap Arya, matanya
masih sama, teduh.. Dia memandangku dengan tersenyum.
" Nja,
jujurlah dengan dirimu sendiri. Katakan apa yang kau rasa." Suara Arya
membuyarkan konsentrasi ku. Dengan berdebar - debat, kembali ku cari ketulusan di
matanya, yang membuatku nyaman selama ini, masih sama seperti biasa. Mata bening yang menyejukkan. Teduh matanya semakin membuatku yakin dengan keputusanku.
" Arya, kau tahu kan perasaanku padamu, kau tahu kan bagaimana aku tumbuh dari kecil hingga sekarang dan tak ada laki laki lain yang sebegitu setia menemaniku selain dirimu. Mengingat usiaku kini 25 tahun. Saatnya aku menentukan masa depan dan hari ini aku harus mengambil keputusan penting. Maaf Ar. Aku tidak bisa melanjutkan hubungan ini. Maaf...". Terbata - bata aku mengucapkannya. Air mataku tiba - tiba mengalir deras, sesak memenuhi dada. Kain jilbab penutup kepalakuku pun basah. Arya memandangku diam tak percaya, matanya berkaca - kaca. Seperti orang linglung. Mungkin seperti hantaman badai baginya. Namun tak seberapa lama dia tersenyum.
" Kau tahu kan, ini sangat berat bagiku. Tapi aku sudah menduga apa yang akan kau katakan. Terima kasih Nja, untuk kejujuranmu. Aku memaafkanmu. Aku mengerti apa yang kau rasakan. Meskipun ini berat, namun jangan khawatir kita akan baik - baik saja. Aku akan menyimpan semua tentang kita dalam relung sanubariku. Kita akan bahagia dengan dunia kita masing masing." Perkataannya membuat hatiku semakin pedih. Akupun bisa merasakan perih hatinya. Dia menunduk begitu lama, sambil menggenggam kuat benda pipih kecil yang melingkar di kalung lehernya. Liontin salib yang selama ini setia menemaninya.
Aku dan Arya kembali terdiam, larut dalam kepedihan hati masing – masing. Angin bertiup sepoi seperti ingin mendinginkan hati kita berdua. Menghabiskan senja terakhir dengan penuh hampa.
#OneDayOnePost
#ODOP
#ODOPCHallenge5
Tema
Wajib