MEMBACA DALAM JERUJI PANDEMI
Adaptasi kebiasaan baru di bidang literasi
MEMBACA DALAM JERUJI PANDEMI
Hampir enam bulan, Indonesia berada di jeruji pandemi. Hal ini
menuntut semua orang dan berbagai hal untuk beradaptasi. Dari yang dulu sering
bekerja dan bersosialisasi dengan banyak orang, menjadi membatasi diri dan
social distancing. Kita dihadapkan pada new normal, yang mengharuskan semua
orang untuk menyesuaikan diri untuk tetap menjalankan aktifitas namun mematuhi protokoler kesehatan.
Saya sebagai pengajar yang awalnya sangat kesulitan dengan sistem
mengajar daring, dituntut untuk mengambil sikap , bagaimana mengajarkan suatu
materi kepada anak didik dengan menyenangkan walaupun tidak bisa bertatap muka
secara langsung. Tentu saja hal ini menjadi tantangan tersendiri, menyiapkan
pembelajaran yang tetap menarik meskipun tidak melibatkan emosi secara
langsung. Padahal pengajaran yang baik adalah yang melibatkan psikologi antara
pengajar dan pelajar.
Tantangannya lainnya di masa pandemic ini adalah, saya harus lebih
banyak belajar dan melek teknologi. Untuk itu saya perlu meningkatkan kemampuan
meningkatkan literasi. Di mana kemampuan menyerap semua informasi namun juga
disertai dengan menyaringnya sebelum mentransformasikan informasi yang utuh kepada orang lain. Adanya social distancing,
mengurangi mobilitas beraktifitas di luar rumah, membuat waktu luang saya lebih
banyak. Hal ini saya manfaatkan untuk membuka kembali buku – buku lama dan yang
belum sempat tersentuh, untuk saya baca sembari melaksanakan tugas – tugas
daring sekolah.
Sesekali anak – anak tetangga datang, untuk membaca beberapa buku
anak yang saya siapkan di depan rumah. Memang di rumah saya, ada perpustakaan
kecil untuk siapa saja yang mau membaca. Perpustakaan itu berisi buku – buku
anak dan remaja. Saya menamakannya “ Taman Baca Iqra”. Fasilitas baca untuk
masyarakat yang saya rintis dari tahun 2017. Meskipun tidak ramai peminat.
Namun saya senang ketika beberapa anak ataupun remaja datang untuk membaca.
Saya sadar bahwa tak semudah membalikkan telapak tangan ketika mengajak mereka
suka dan sadar baca. Anak – anak sekarang lebih tergoda untuk membaca whatsap,
facebook dan fasilitas internet lainnya ketimbang duduk manis bersama buku dan
membacanya.
Kenyataannya, internet yang
dulunya di anggap barang mahal dan hanya digunakan untuk kaum elit. Ibarat
makanan pokok, sekarang menjadi menu
primer dalam kehidupan sehari – hari. Semua kalangan menggunakannya. Tak
terkecuali daring dalam dunia
pendidikan. Semua perangkat pengajaran menggunakan kurikulum daring yang
terpusat pada penggunaan internet.
Namun ternyata berimbas dalam cara berpikir anak – anak, utamanya
siswa yang masih bersekolah. Mereka tidak hanya menggunakannya internet untuk
daring dengan sebaik - baiknya tetapi seringkali malah tergoda untuk bermain
tik –tok, game dan aplikasi lainnya.. Internet yang tujuannya untuk kemanfaatan
belajar daring malahan membawa dampak negatif
pada anak yang tidak sedikit.
Selain itu, anak – anak dan remaja di musim pandemic seperti ini menjadi lebih malas dan hobi rebahan di rumah. Sehingga tidak mengoptimalkan kemampuan otak dan akhlak selama belajar dari rumah. Waktu luang yang banyak seharusnya dapat dimanfaatkan sebaik – baiknya. Dengan adanya Taman baca ini, semoga ini menjadi salah satu wadah bagi anak – anak lingkungan saya untuk meluangkan waktu membaca, meningkatkan kemampuan berliterasi di masa pandemi ini