PEMBELAJARAN DARING DARI RUMAH: JANGAN LUPA KESEIMBANGAN TIGA KECERDASAN

PEMBELAJARAN DARING DARI RUMAH: JANGAN LUPA KESEIMBANGAN TIGA KECERDASAN

 


Ilustrasi pembelajaran daring ( Humas Pemkot Bandung)


Pembelajaran daring berjalan  enam bulan  sudah, banyak suka - dukanya. Terutama bagi saya sebagai seorang pengajar. Dulu diawal daring, anak - anak terlihat semangat mengerjakan tugas, semakin ke sini kurva siswa yang mengumpulkan tugas semakin menurun. Bisa jadi hal ini karena antusias siswa yang juga menurun. Berharap segera masuk kembali belajar di sekolah seperti biasanya. Memang, tak ada yang bisa disalahkan tentang sistem pendidikan yang kita jalani sekarang. Sehingga harus daring dari rumah. Bagaimanapun kesehatan dan keselamatan nyawa masyarakat harus lebih di utamakan. Orang tua mengeluh, guru mengeluh, bahkan anak - anak pun semakin terlihat kejenuhannya .Tentunya sebagai orang dewasa, apapun keadaannya tetap harus memotivasi mereka.

Ada yang berbeda dalam perkembangan anak - anak selama pembelajaran daring ini. Saya mengamati langsung dari anak - anak di sekitar rumah. Terutama keponakan saya. Dulu saat belum ada pandemi, mereka disiplin,  rajin belajar dan tertib mengaji. Pandangan mata mereka ceria ketika  pulang dari sekolah dan langsung bercerita tentang gurunya, tingkah laku teman – temannya atau kekocakan yang ditemui di sepanjang pembelajaran mereka. Sekarang saat di ajak dialog kadang mereka lebih telat merespon. Ketika dimintai pertolongan, kadang uring - uringan dan  lebih lamban. Beda ketika mereka sekolah dulu. Mereka bisa mengekspresikan diri. Saat ini mereka lebih banyak berdiam di depan televisi, sesekali melihat gadget, dan kadang asyik di sana, sampai tak terasa menghabiskan waktu yang tak terhingga, hingga lupa dengan tugas - tugas daringnya.

Jika dulu dia sering mendapatkan cerita – cerita baik dari guru kini tiada lagi kisah teladan yang meresap di hatinya. Semasa bersekolah, sosialisasi dengan teman – teman, membuatnya  belajar mengendalikan perasaan marah, senang, sedih yang dalam hal ini sebenarnya  melatih  kecerdasan emosional bagi dirinya. Berdoa bersama - sama di kelas, Shalat Dhuhur berjamaah dan nasihat dari Ibu guru tentu memberikan pengaruh besar bagi kecerdasan spiritual mereka. Namun sekarang terjadi pergeseran yang harus orang tua sadari dengan benar.

Inilah generasi yang harus kita hadapi sekarang, pembelajaran daring seringnya mengajarkan kecerdasan intelektual semata, tanpa kecerdasan emosional, tanpa kecerdasan spiritual jika tidak di damping orang tua saat prosesnya. Kecerdasan emosional sendiri adalah kemampuan untuk merasa  atau biasa disebut dengan Emosional Quotient (EQ). Kecerdasan ini sering terlewatkan. Sedangkan kecerdasan spiritual Spiritual Quotient (SQ) merupakan kemampuan untuk mendengar hati nurani dan faham siapa jati diri diri dan suara fitrah yang terdalam .

Kita terbiasa mengutamakan nilai akademik, hingga mengabaikan emosi anak, terbiasa mengabaikan hati nurani sambil berkata bahwa emosi dan hati tidak perlu dipikirkan, yang penting anak pintar.  Padahal tidak cukup mengajarkan generasi kita hanya kecerdasan intelektual (IQ), atau kecerdasan akademik yang itu sudah jelas hanya berperan 10-20 persen saja . Keberhasilan tanpa adanya kecerdasan emosional kemampuan merasa dan kecerdasan spiritual kemampuan untuk mendengar nurani yang terdalam hanya akan mampu mencetak manusia – manusia yang pintar namun egois hingga tidak mengenal Tuhan dalam dirinya. Akibatnya dia sering melupakan sisi kemanusiaannnya.  

Salah satu menjaga keseimbangan kecerdasan anak - anak di masa daring ini adalah sering mengajak berkomunikasi saat rumah. Untuk membentuk  kecerdasan emosi,orang tua bisa mengajak mereka untuk merawat binatang, tanaman atau berkegiatan sosial bersama keluarga. Sedangkan untuk kecerdasan spiritual, selalu mengajak beribadah bersama sama, sering menceritakan tentang kisah kisah karakter terpuji, pun orang tua juga memberikan contoh sikap - sikap yang baik sebagai teladan mereka di rumah. Karena dalam hal ini orang tua sebagai obyek  utama yang sering di amati anak ketika stay at home. Semoga pandemi ini menjadi moment kedekatan anak - anak dengan keluarga. Hingga mereka bisa belajar di rumah dengan bahagia.  

Jadi jikalau selama pembelajaran daring anak - anak hanya mendapat kecerdasan intelektual saja, alangkah baiknya jika orang tua ikut andil melengkapi kecerdasan emosi dan spiritualnya di rumah. Jikalau dulu semua dibebankan kepada guru, sekarang saatnya orang tua  tua mengambil peran itu.  Hal ini memang ini tidak mudah. Namun ada baiknya kita memulai. Agar tidak kehilangan masa emas perkembangan kecerdasan mereka. Mereka membutuhkan keseimbangan itu. IQ, EQ dan SQ kecerdasan paripurna yang harus dikombinasikan. Jika bukan orang tuanya sendiri, siapa lagi?