MEMBUMIKAN KEMBALI MAKNA TAKBIR
Bagi
umat Islam, dalam sehari terdapat lima waktu penting menghadap Sang Maha Kuasa yaitu dengan shalat. Shalat sendiri adalah
beribadah kepada Allah yang di awali dengan niat, takbiratul ihram dan di
akhiri dengan salam. Takbir dalam ritual sholat bukanlah hanya sekedar pujian
atas kebesaran Allah SWT. Takbir yang selalu kita ucapkan dalam shalat adalah
bentuk pengakuan kita sebagai manusia yang sangat kecil dan rendah bila
dibandingkan dengan kebesaran Allah SWT.
Lafaz
takbir di dalam shalat merupakan kesatuan utuh dalam tegaknya tiang agama
Islam. Shalat adalah tiang agama Islam, tiang yang kokoh dalam proses
penyempurnaan akhlak yang mulia. Lafaz Takbir yang kita ucapkan dalam shalat
idealnya akan melahirkan iman yang teguh dan kuat. Berharap akan kebesaran
Allah SWT untuk melindungi kita atas perangai diri yang buruk. Mengharap
keagungan Allah SWT agar memberikan kebersihan hati, pikiran,mata, telinga,
mulut, tangan dan kaki serta organ dalam tubuh kita dari perbuatan dosa dan
maksiat.
Namun,
kalimat takbir seringkali dianggap sebagai ciri Islam garis keras. Yang sedikit
sedikit teriak takbir disertai orasi
yang menggelegar dan memaki kanan kiri. Bahkan di masyarakat barat takbir
dikenal akibat para teroris meneriakkannya sebelum menjalankan aksi teror. Tiba
tiba kita sering mendapati dimana ucapan
takbir menjadi disalah artikan dan salah penafsiran baik oleh umat Islam maupun
oleh non-muslim yang mana pihak muslim berkontribusi besar atas kesalahpahaman
ini.
Takbir
menjadi sesuatu yang menakutkan atau malah menjadi bahan plesetan. Mari kita
kembalikan makna takbir yang sesungguhnya. Takbir itu adalah membesarkan nama
Allah, Allah Allahu Akbar, Allah Maha Besar. Maha besar dari apa ?
Dari alam semesta ini dan segalanya
termasuk dari berbagai problem yang kita
dihadapi. Sebesar apapun problem kita, jelas Allah lebih besar dari
problem kita.
Allahu
Akbar, Allah lebih besar dari segala ucapan yang menghina,
untuk menghina agama kita. Allah lebih besar dari segala pembangkangan makhluk
di dunia ini. Saat kita memulai shalat dan mengucapkan Allahu Akbar, maka
itulah garis pemutus antara kita dan dunia, kita berserah dihadapan Allah lewat
ucapan takbir. Kita tinggalkan semua urusan dunia, tak kita pikirkan urusan
utang piutang ataupun beban berat kerjaan.
Kita
besarkan Allah dengan ucapkan takbir, sebaliknya kita kecilkan diri kita. Siapa
yang takbir maka dia tidak punya sifat kibir, alias takabur. Dia paham sesungguhnya dia tak
berarti apa-apa di depan kemahabesaran Allah. Keangkuhan diri musnah seketika
bersama ucapan takbir kita. Yang terjadi
sekarang, ucapan takbir dipakai untuk membesarkan diri dan mengecilkan
pihak lain. Sehingga merasa berkuasa penuh dan bisa bertindak apapun atas kelompok
minoritas.
Manusia yang sebenarnya sangat kecil, mengapa
berani mencoba unjuk kehebatan di depan Sang Khalik, Allah Rabbul'alamin. Allah
mengingatkan manusia dalam Alquran surah al-Isra' ayat 37.
وَلَا تَمْشِ فِي الْأَرْضِ مَرَحًا ۖ إِنَّكَ لَنْ تَخْرِقَ الْأَرْضَ وَلَنْ تَبْلُغَ الْجِبَالَ طُولًا
Artinya, "Dan janganlah kamu berjalan
di atas bumi ini dengan sombong (arogan), karena sesungguhnya kamu tidak mampu
menembus bumi dan tegakmu tidak akan setinggi gunung."
Bila
kita menyadari kebesaran Allah dan meresapinya hingga ke lubuk hati, maka kita
akan mudah menerima pencerahan rohani. Hati akan menjadi terang benderang,
sehingga hidup, umur, waktu, dan seluruh potensi diri yang diberikan Allah akan
menjadi indah. Kesadaran itu juga akan menumbuhkan rasa syukur yang mendalam
kepada-Nya. Menyadari kebesaran Allah juga akan menumbuhkan sifat dan sikap
rendah hati (tawadlu').
Saat
ini, seringkali ucapan takbir lebih
ditujukan kepada mereka yang kita anggap sebagai musuh Allah, ketimbang kita
tujukan untuk muhasabah diri kita sendiri, alih -alih kita membesarkan Allah, ucapan
takbir justru digunakan untuk mentakbirkan diri kita sendiri. Seringkali ucapan takbir menjadi menakutkan, Dipakai untuk melibas yang berbeda, digunakan
untuk membenarkan tindakan apapun,
termasuk saat membully atau
memfitnah pihak lain.
Takbir
seolah mewakili kemurkaan Allah padahal Allah tidak ada urusannya dengan
kemarahan dan ketersinggungan kita. Kata Kyai Haji Mustofa Bisri, “ Disangkanya kalau kalian marah terus Allah
yang Ar-rahman dan Ar-rahim itu juga pasti marah, belum tentu. Allah Yang Maha Besar itu tidak menakutkan,
Allah Yang Maha Besar itu mengayomi
semuanya dalam kemahabesaranNya. Allah
Yang Maha Besar itu memberi hak dan rezeki bahkan kepada mereka yang menentang.
Allah Yang Maha Besar itu tidak terhina sedikitpun, jikalau semua penduduk
dunia melecehkannya. tidak berkurang kadar keagungannya sedikitpun walau tak
satupun yang menyembahnya”.
Maka
barangsiapa yang mengucap takbir, sejatinya dia kan menunduk dan merendahkan
dirinya di depan kemahabesaran Allah,
yang mengucapkan takbir dia akan merangkul semua makhluk ciptaan Allah .Yang
bertakbir akan mengakui bukan kita yang menentukan nasib sesama kelak di
akhirat, tapi hanya Allah Subhanahu Wa
Ta'ala.
Mari
kita kembalikan, makna takbir ke makna yang hakiki, agar ucapan takbir
tidak dianggap simbol kekerasan umat
atau hanya menjadi guyonan belaka. Ucapan takbir harus diletakkan secara
proporsional, agar kita dan semuanya,
sama - sama mengerti makna yang sebenarnya. Siapapun yang bertakbir artinya
menyadari dirinya tidak berarti apa-apa dibandingkan KebesaranNya. Kesombongan,
menyepelekan orang lain dan memonopoli kebenaran akan musnah hilang seketika
bersama takbir yang kita ucapkan.
Sumber:
Youtube Pengajian Nadirsyah Hosen