KARENA KARYA BUTUH RASA
Surprise
sekali, hari ini cerpenku yang berjudul " Pilihan" di jadikan tema Blogging Walk (BW) komunitas One Day
One Post (ODOP). BW sendiri adalah istilah untuk silaturrahmi dan berkunjung ke blog anggota lain
untuk saling menambah wawasan sekaligus memotivasi karya sesama teman.
Bagiku BW ini memang bermanfaat banget. Apalagi untuk menambah inspirasi
tentang bagaimana kita mengemas blog selanjutnya.
Nah
kembali pada kekagetanku hari ini. Ternyata banyak yang merespon cerpenku
dengan kata - kata positif. Artinya ada ungkapan kesan baik terhadap cerpenku. Kuakui
ini adalah cerpenku yang tidak biasa. Kenapa? Karena cerpen ini pengerjaannya
sangat lama. Cerpen ini adalah cerpen yang pertama kali kutulis, selain
tugas pada masa sekolah dulu.
Suatu
hari, aku di ajak seorang teman mengikuti workshop tulisan fiksi. Salah satu
kompensasinya adalah setiap peserta harus menulis cerpen minimal satu bertema
kearifan lokal. Berhari hari aku jadi pusing dengan PR ini, maklum aku nggak pernah nulis tema fiksi. Bingung memulai darimana. Karena mentor meminta untuk riset kearifan lokal setempat. Kuputuskan untuk memilih salah satu tema untuk bahan tulisanku nanti. Akhirnya mainlah ke salah satu keindahan alam di
daerah terdekatku. Tersebutlah Jurang Gatuk, destinasi wisata aliran sungai yang
apik. Masih alami namun sering dikunjungi.
Nah, sesampai di tempat tujuan, aku bingung mau nulis apa. Akhirnya cuma mengamati tempat dan
penduduk sekitar. Kebetulan dulu saat masih SD aku pernah jelajah Pramuka di
sini. Paling tidak, sedikit ada pengetahuan yang sudah kukantongi. Beberapa hari setelah dari Jurang Gatuk, aku teringat kisah seorang teman SMA. Saat itu aku bertandang ke rumahnya. Dia bercerita bahwa dulu sebenarnya dia dan seseorang
teman sekelasku pernah saling menyimpan rasa. Namun si laki - laki ini tidak pernah
mengungkapkan. Hanya berkata lewat gerak gerik dan respon matanya.
Setelah
lulus laki - laki ini bekerja jauh. saat temanku yang perempuan ini mau menikah, tiba - tiba dia
datang dan menawarkan rasa serta komitmen. Temanku kaget,tapi dia bahagia karena rasa penasaran semenjak SMA terjawab sudah.
Namun apalah daya, tanggal pernikahan sudah di depan mata. Tak ada yang bisa
dilakukan. Kecuali sama - sama menyadari bahwa ini jalan hidup masing - masing. Sebagai sahabat, aku jadi larut dan ikut merasakan apa yang mereka berdua rasakan. Maka
ide itu mengalir begitu saja karena ada hati saya yang ikut tergores di
dalamnya.
Namun
ternyata tidak berhenti sampai di situ. Meskipun ide itu dari hati. Akan tetapi
sebagai pemula, saya masih terbata - bata untuk menulisnya. Tangan seperti kaku
tak tahu apa yang akan ditulis. Tak ada diksi dalam pelupuk mata, tak ada
aksara yang ingin bersuara. Bingung ..bingung..mau nulis apa. Semuanya hanya
terkurung di kepala. Pelan - pelan mulai ku alirkan kata. Laptop sepertinya
menertawakan ku. Karena pengulangan - pengulangan kata selalu membelengguku.
Namun tetap kuteruskan hingga semua ide terekspresikan.
Tapi, ternyata
aku hanya menemukan cerita yang hambar. Yang aku sendiri pun tertawa membacanya. Ya aku sebagai penulisnya sulit memaknai ceritaku sendiri. Alurnya acak - acakan. Saat itu mentorku berkata " Yang penting kau tulis semua idemu. Bacalah lagi setelah selesai, revisi.. endapkan dan besok baca
lagi. Sampai kau menemukan hatimu di sana". Maka setiap ada waktu, ku baca
lagi, ku edit lagi. Ternyata hal itu membuatku bisa tersenyum, karena aku jadi bisa
memahami ceritaku sendiri, yang sebelumnya aku sebagai penulisnya, tak paham
dengan apa yang kuceritakan.
Dari
sini saya mengerti, ternyata kita butuh self editing. Mengoreksi sendiri apa
yang sudah kita tulis. Self editing itu ada dua, yaitu self editing
menyesuaikan alur dan yang kedua menyesuaikan antara tulisan dengan PUEBI. Dua duanya ini sangat penting. Berikutnya aku juga belajar bahwa apa yang kita tulis dengan menghadirkan hati akan
memberi ruh pada tulisan tersebut. Sehingga tulisan itu terasa mengalir dan
sampai juga ke hati pembaca. Walaupun dalam prosesnya akan butuh waktu dan
usaha.
Jadi
mungkin kenapa cerpen yang kushare kemarin berbeda. Karena memang tulisan
itu adalah tulisan yang membuatnya butuh waktu lama. Berbeda dengan fiksi yang
saya buat beberapa jam untuk mengejar deadline. Ternyata memang berbeda karya
karya yang mendapat sentuhan rasa. Mungkin kalian juga pernah merasakan hal yang sama. Bagaimana dengan pengalamanmu menulis? Boleh
share di kolom komentar.