KISAH ULAMA PENDIRI BANGSA
Review
buku :
Judul
: Kisah Ulama Pendiri Bangsa
Penulis : Nabilah Munsyarihah
Penerbit : Semesta Kreatif Alala
Tahun
: 2020
Kota
: Magelang
Ketebalan : 80 halaman
ISBN : 978- 623- 94614- 0-9
Menilik
sejarah santri di Jawa, tidak akan pernah lepas dari Kyai besar K.H. Hasyim
Asy'ari. Beliaulah yang menjadi pionir dan cikal bakal berdirinya organisasi
Islam yang memiliki misi untuk kemaslahatan umat. Selain karena kealimannya
juga perjuangannya dalam mendakwahkan Agama Islam sekaligus juga mengajak para
ulama untuk menjadi bagian dari kemerdekaan Indonesia.
Buku
Kisah Ulama Pendiri Bangsa ini menceritakan tentang perjuangan para ulama yang
tak kenal lelah berjuang untuk mendakwahkan ilmu agama Islam. Perjuangan itu
jelas tidak mudah, karena selain berhadapan dengan penjajah Belanda namun juga
respon masyarakat yang saat itu masih belum banyak yang mengerti tentang Islam.
Masyarakat masih menganut kepercayaan terdahulu. Sehingga perjuangan ini adalah
bagian dari dakwah Islam nusantara.
Sejatinya
buku ini ditujukan untuk anak. Karena dalam buku ini terdapat gambar warna yang
menarik pada setiap halamannya yang
ditujukan bagi anak - anak. Namun karena nilai sejarahnya yang luar biasa, dan
agar masyarakat memahami , apa sih yang sebenarnya terjadi di masa itu? Maka
buku ini juga cocok dibaca orang dewasa. Agar benar - benar mengetahui
bagaimana sejarah ulama di Indonesia.
Buku
ini terdiri dari 7 judul utama. Berikut pembahasan menariknya.
1. Perang Diponegoro
Cerita ini di awali dengan kisah perang Pangeran Diponegoro. Tepatnya tahun 1825. Saat Pangeran Diponegoro mengumpulkan pasukan dari para warga dan santri untuk bergerilya dan menahan Belanda agar tidak semakin membabi buta. Suatu hari Belanda mengajak Pangeran Diponegoro untuk mengadakan perundingan. Belanda berjanji tidak akan melakukan penyerangan.
Setelah
selesai perundingan ternyata Belanda memiliki rencana lain, Pangeran Diponegoro ditangkap dan dibawa ke
pengasingan hingga akhir hayatnya. Cerita ini memberikan kesan bahwa perjuangan
Pangeran Diponegoro sangat mengagumkan. Pada masa Pangeran Diponegoro itu, di
tempat lain terdapat pesantren yang kyai pemangkunya bernama Kyai Abdussalam.
Kyai inilah yang nantinya akan mengembangkan pesantren di wilayah Jawa.
2.
Purnama jatuh
Tahun
1871, pada bagian ini menceritakan tentang dilanjutkannya estafet perjuangan dakwah Kyai
Abdus Salam. Saat itu keturunan Kyai Abdussalam yaitu Bu Nyai Halimah sedang
mengandung. Di malam harinya beliau bermimpi, bulan purnama yang menggantung di
langit jatuh ke perutnya. Maka suaminya, Kyai Asy'ari menakwilkan pertanda
bahwa janin yang dikandungnya akan menerangi kegelapan zaman laksana purnama.
Akhirnya
lahirlah bayi laki laki yang diberi nama Hasyim Asy'ari. Hasyim kecil tumbuh di
lingkungan pesantren Gedang dengan lingkungan yang religius. Usia 13 tahun
sudah mulai mengikuti ayahnya mengajar santri dan sudah mahir membaca kitab
bahasa Arab dengan lancar.
Setelah menikah Hasyim Asy'ari mengajak istrinya untuk menunaikan ibadah haji ke Mekkah, dengan niat pula tholabul ilmi selama di sana. Namun saat berada di Mekah, istri beliau wafat. Betapa sedih Hasyim Asy'ari. Namun ia bertekad akan terus melanjutkan niatnya untuk belajar ilmu agama di kota nabi ini. Hasyim bertemu dengan ulama - ulama besar dan mendalami ilmu agama di sana. Beberapa tahun kemudian beliau kembali ke tanah air.
3. Berjuang di Tebuireng
Pada tahun 1899. Kyai Hasyim meminta ijin pada ayahnya untuk mendirikan pesantren sendiri di Tebu Ireng, Jombang. Namun ternyata masyarakat Tebu Ireng yang saat itu memang masih awam dengan ilmu agama, menyambut Hasyim dengan tidak responsif. Akan tetapi semakin hari , santri dari luar semakin banyak yang berdatangan. Suatu hari masyarakat yang tidak sepakat dengan adanya pesantren,melapor kepada Belanda. Pesantren di fitnah. Hingga beberapa oknum membakar pesantren beserta kitab - kitab di dalamnya. Untungnya para santri dapat menyelamatkan diri. Namun Kyai Hasyim tidak membenci masyarakat atas perlakuan mereka, bahkan mendoakan agar sesuatu hari nanti masyarakat Tebuireng akan mengikuti jalan yang benar.
4. Dua sahabat
Tahun 1913, pada bagian ini diceritakan tentang persahabatan dua kyai, yaitu Kyai Bisri dan Kyai Wahab. Dua orang sahabat dan santri Kyai Hasyim yang sedang tholabul ilmi di Mekah. Mereka mendengar akan berita kebakaran pesantren Tebuireng. Mereka sedang sibuk belajar di Mekkah. Kyai Wahab selalu memikirkan tanah air . Ia mencari cara agar bangsanya merdeka. Akhirnya beliau berhasil mengumpulkan teman- teman nusantara yang sedang belajar di sana. Untuk mendirikan organisasi di Mekah dimana itu merupakan cabang organisasi di Jawa.
5. Ya Lal Wathon. Aku cinta tanah air.
Tahun
1916 Kyai Wahab pulang ke tanah air. Ia mulai melanjutkan cita citanya
mengamalkan ilmu dengan mendirikan madrasah bersama sahabatnya yang pulang dari
Mesir yaitu Kyai Mansyur. Madrasah ini berbeda dengan pesantren yang hanya
mengajarkan ilmu agama dan sekolah Belanda yang hanya mengajarkan ilmu umum
saja. Di madrasah ini siswa di ajarkan ilmu agama serta ilmu pengetahuan.
Sebuah terobosan yang berbeda kala itu. Dua kyai ini sepakat, dalam madrasah
ini akan di ajarkan menanamkan rasa cinta tanah air agar memunculkan kesadaran
untuk meraih kemerdekaan. Dengan bantuan berbagai tokoh di Surabaya. Tahun 1916
berdirilah Madrasah Nahdhatul Wathon. Untuk memberikan semangat kepada
siswa, maka Kyai Wahab menciptakan lagu Ya Lal Wathon yang memuat nilai –
nilai cinta tanah air.
Perkembangan madrasah di Surabaya ini dikabarkan kepada Kyai Hasyim Asy'ari Tebuireng. Kedua kyai ini pun melebarkan sayap perjuangannya dengan mengajak pedagang dan petani membuat kerjasama perdagangan. Perkumpulan ini dinamakan Nahdlatul Tujjar atau kebangkitan para saudagar. Selain itu juga membentuk ajang diskusi bagi para kyai, yang diberi nama Taswirul Afkar artinya potret pemikiran.
6. Menanti Restu Sang Guru
Tahun
1924, organisasi - organisasi Islam yang dibentuk oleh para ulama atau kyai
berkembang pesat. Pada saat yang sama, situasi di Mekkah berubah. Kekuasaan Mekah
dan Madinah direbut oleh raja baru yang mendirikan kerajaan Arab Saudi. Raja
baru tersebut tidak menyukai adanya ziarah kubur. Ia pun mengutus bangunan
makam - makam dihancurkan termasuk makam Sayyidah Khodijah di Ma'la.
Berkaitan
dengan hal ini, Raja Arab Saudi menggelar Muktamar Dunia Islam. Ia mengundang
seluruh negeri Islam untuk datang. Kyai Wahab ingin berangkat, tetapi beliau
tidak mewakili organisasi resmi manapun. Padahal Kyai Wahab dan kawan kawannya
ingin mengemukakan pendapat mereka di depan Raja Saudi. Tentang permasalahan
makam ini. Ditengah kebingungan ini, keinginan mendirikan organisasi Islam
untuk para ulama tanah air pun semakin menguat. Namun beliau menunggu ijin dari
gurunya yaitu KH. Hasyim Asy'ari. Karena ini adalah langkah besar untuk
menentukan nasib Islam Nusantara selanjutnya.
7. Kelahiran Nahdlatul Ulama
Akhir tahun 1925 Kyai Wahab dan Kyai Bisri di
panggil Kyai Hasyim Asy'ari di Tebuireng. Selain permasalahan penghancuran
makam di Mekkah. Ternyata mucul kekhawatiran baru. Para kyai khawatir jika Raja
yang baru tidak memperbolehkan praktek ibadah haji kecuali menganut ajaran
Islam yang sesuai dengan madzhab Raja. Padahal saat itu Indonesia menganut
madzhab yang berbeda. Suasana di Arab Saudi pun tidak sebebas dahulu. Situasi
yang mendesak ini membuat para ulama berkumpul dan bersatu untuk membuat
organisasi Islam. Namun jalan tak mudah, karena Belanda mencium rencana ini. Bessyukur
acara tetap terlaksana, dengan strategi memindah tempat berkumpul yang awalnya
di Kertopaten Surabaya demi menjaga keamanan akhirnya berpindah ke Bubutan,
Surabaya.
Tepat
tanggal 31 Januari 1926, sejumlah kyai dari berbagai kalangan hadir. Seperti
kyai Hasyim Asy'ari, Kyai Wahab Hasbullah, Kyai Bisri Syansuri Kyai Faqih
Maskumambang, Kyai Ma'sum Lasem, kyai Raden Asnawi Kudus, Kyai Nawawi Sidogiri,
Syaikh Ghonaim Al - Mishry, Kyai Ndoro Muntaha Madura, Kyai Abdul Halim
Cirebon. Dan tokoh tokoh lain yang terlibat dalam Nahdhotul Wathon, Taswirul Afkar
dan Nahdlatul Tujjar ikut berkumpul dan menginisiasi Nahdlatul Ulama yaitu
Kebangkitan Ulama.
Sebagai
kyai yang paling dihormati, maka Kyai Hasyim Asy'ari terpilih menjadi Rois
Akbar atau pemimpin besar. Para kyai memohon kepada Allah agar NU bisa menjadi
penjaga Islam Ahlus Sunah Wali jamaah dan berjuang bagi bangsa. Semua yang
hadir menangis haru merasakan nikmat Allah yang begitu besar. Tanpa disadari
sebagian besar yang hadir adalah kyai keturunan pejuang Laskar Diponegoro yang
tercerai berai pasca perang. Ternyata perjuangan memang tak boleh padam.
Nahdlatul
Ulama terus tumbuh dan berkembang. Hingga pada tahun 22 Oktober 1945, Kyai
Hasyim Asy'ari menyerukan revolusi jihad untuk bertempur mempertahankan
kemerdekaan Republik Indonesia. Sejak saat itu tanggal 22 Oktober menjadi
moment penting, yang akhirnya lewat keputusan presiden nomor 22 tahun 2015.
Tanggal 22 Oktober ditetapkan sebagai hari Santri nasional
Membaca
buku ini membawa lintasan ingatan tersendiri. Bagaimana upaya ulama berjuang
untuk Islam dan merebut kemerdekaan. Bagaimanapun kisah ini menjadi satu
pembelajaran tersendiri. Mengingat sekarang ini generasi muda perlu mengingat
sejarah bangsa mereka. Seperti pidato Kata Bung Karno “Jas merah, jangan
lupa sejarah.”