MAKNA HARI KEMENANGAN
Sofia Ulfa
Mei 2021
Umat Islam telah
melakukan ritual besar selama satu bulan penuh, yaitu shiyam ramadhan, plus
seluruh rangkaian ibadah dan amal kebajikan lainnya, seperti shalat-shalat
sunnah, tadarrus al-Qur’an, shadaqah, dan lain sebagainya. Maka hari ini atau
bulan Syawal, kita digolongkan oleh Allah menjadi orang yang mendapat
kemenangan dan kembali ke fitrahnya semula (Ied al-Fitri), ja’alana Allah wa
iyyakum min al-‘adin wal-faizin wa adkhalana waiyyakum fi zumrati ibad al-shalihin. Idul
fitri ada karena adanya shiyam ramadhan, maka tidak ada nilai dan identitas
fitri jika tidak ada pelaksanaan shiyam ramadhan. Kenapa orang mukmin saat ini
dikembalikan ke fitrahnya? Mari kita flash back dan kaji
kembali.
Selama bulan Ramadhan
hingga Syawal, seluruh karunia ditumpahkan oleh Allah kepada umat Islam. Paling
tidak ada tujuh macam karunia itu: pertama, rahmat (yang telah
diturunkan pada putaran sepuluh pertama (al-‘asyr al awwal); kedua, maghfirah (yang
telah diturunkan pada putaran sepuluh kedua atau pertengahan (al-‘asyr
al-ausath); ketiga, pembebasan (yang telah diturunkan pada
putaran sepuluh terakhir (al-‘asyr al-awakhir); keempat, lailatul
qadar yang diturunkan pada malam-malam ganjil (yang nilainya lebih
baik dari seribu bulan setara dengan 83 usia manusia); kelima,
zakat fitrah, (yang dapat membersihkan dosa-dosa dan mengembalikan fitrah
manusia); keenam, pahala puasa 6 hari syawal, (yang nilainya setara
dengan puasa satu tahun); ketujuh, halal bi halal (saling memaafkan
di antara kita, yang dapat menghapus dosa antarsesama).
Bagi umat Islam, sekarang
ini sedang memasuki babak baru, babak kembali ke fitrah yang suci. Karena muara
ibadah berpuasa ramadhan adalah terbentuknya muslim yang bertakwa.Dalam
Al-Qur’an Surat Ali ‘Imran, ayat 133 Allah Swt menegaskan bahwa di
antara ciri-ciri orang bertakwa itu diantaranya ada empat yaitu:
Pertama, menginfakkan sebagian harta baik dalam kondisi lapang maupun
sempit. Maknanya adalah, orang yang selalu rajin dan ajek beramal
serta ikhlas lillahi Ta’ala. Kebiasaan bersedekah seperti ini juga
dicontohkan oleh ‘Aisyah radhiyallah ‘anha, istri Rasulullah Saw.
yang rutin bersedekah meski hanya dengan sebiji kurma sekalipun. Bahkan
di dalam riwayat lain Nabi menyebutkan, bahwa harta yang dikeluarkan untuk
kepentingan sedekah itu tidak akan mengurangi sedikitpun kekayaan seseorang,
melainkan justru menjadi investasi akhirat yang akan dinikmati hasilnya. Ini
tentu sangat bebrbeda dengan kondisi di dunia ini. Jika seseorang
menginvestasikan uangnya di Bank-Bank yang ada di dunia ini, pada suatu saat
jika Bank-Bank tersebut harus gulung tikar atau dilikuidasi, maka para investor
itu akan ikut merugi.
Dalam surat al-Baqarah:
261 Allah menjelaskan,
مثَلُ ٱلَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمْوَٰلَهُمْ فِى سَبِيلِ
ٱللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنۢبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِى كُلِّ سُنۢبُلَةٍ
مِّا۟ئَةُ حَبَّةٍ ۗ وَٱللَّهُ يُضَٰعِفُ لِمَن يَشَآءُ ۗ وَٱللَّهُ وَٰسِعٌ
عَلِيمٌ
“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan
oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan
sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji.
Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha
Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui”.
Bahwa perumpamaan (nafkah
yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah
adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh butir, pada tiap-tiap
butir tumbuh seratus biji. Allah melipatgandakan (pahala) bagi siapa yang
dikehendaki, dan Allah Maha luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui. Pengertian
menafkahkan harta di jalan Allah meliputi infak untuk kepentingan jihad
fi sabilillah, pembangunan tempat-tempat ibadah: masjid, mushalla,
madrasah, rumah sakit, lembaga-lembaga sosial lainnya yang diridhai oleh Allah
Swt.
Kedua, ciri-ciri orang yang bertakwa adalah orang yang mampu menguasai
hawa nafsunya, yaitu orang-orang yang jika diberi cobaan oleh Allah Swt. tetap
sabar dan tidak emosi dan keluh kesah. Orang-orang inilah yang oleh Rasulullah
Saw. disebut sebagai orang kuat.Pada bulan ramadhan kemarin, umat Islam telah
menjadi orang kuat selama sebulan, karena mereka mampu mengendalikan diri dan
menguasai hawa nafsunya. Dalam kesempatan lain Nabi juga pernah berujar: Barang
siapa mampu menahan diri maka Allah akan memenuhi hatinya dengan rasa aman dan
iman.
Ketiga, berkaitan dengan sifat sabar dan mampu mengendalikan diri ini
adalah sifat dan sikap lapang dada sebagai ciri ketiga dari orang yang
bertakwa. Orang-orang tersebut oleh Nabi dikategorikan sebagai kelompok
orang-orang terhormat yang memiliki derajat yang tinggi di sisi Allah Swt. dan
di hari kiamat mereka segera dipanggil oleh Allah untuk menempati surga-Nya.
Sabar menurut Imam al-Ghazali meliputi tujuh macam, yaitu sabar untuk tidak
memenuhi kemauan nafsu perut dan farji, yang disebut
dengan al-iffah; sabar menahan dari permusuhan dan seteru yang
disebut dengan as-syaja’ah; sabar menahan diri dari amarah dan
angkara murka yang disebut dengan al-hilm; sabar menahan diri dari
hidup mewah dan berlebihan, yang disebut dengan az-zuhd; sabar
dengan tetap ikhlas menerima bagian (rizki) yang telah ditentukan oleh Tuhan,
yang disebut dengan al-qana’ah; sabar dari menyimpan rahasia,
menerima permintaan maaf orang lain yang disebut dengan kitmanu sirrin dan sa’atu
shadrin.
Keempat, orang-orang yang sanggup bertaubat atas segala dosa yang telah
diperbuatnya. Dalam suatu riwayat diceritakan, dari Anas ra. bahwa ketika ayat
ini turun, Iblis menangis seketika, sebab ia merasa tak mampu untuk terus
menggoda manusia karena ampunan Allah Swt. yang terus-menerus diberikan kepada
hamba-Nya yang mau bertaubat, sebagaimana sabda Nabi: Setiap anak
adam itu (pernah) bersalah (berdosa) dan sebaik-baik orang yang berdosa adalah
yang mau bertaubat. Maka di sinilah Allah menjanjikan kekuatan bagi
orang yang selalu membaca kalimat thayyibah: tahlil, tahmid, tasbih dan istighfar, karena
Iblis tidak akan pernah mampu menggodanya. Memang Iblis pernah bersumpah akan
senantiasa menggoda anak Adam sepanjang hidup manusia. Tetapi Allah pun
menjamin akan senantiasa mengampuni dosa-dosa anak Adam selagi mereka
masih mau meminta ampunan kepada-Nya. Maka bulan Syawal ini merupakan momentum
yang paling tepat bagi umat Islam untuk saling memaafkan di antara mereka, ber-halal-bihalal, sebagai
bentuk penghapusan dosa secara horizontal dan massal. Dalam Idul Fitri umat
Islam memulai lembaran baru ini dengan mengisi amal-amal shalih. Tradisi
silaturahim, saling berkunjung ke saudara, tetangga dan kawan, memuliakan tamu
adalah perilaku positif yang diajarkan oleh Islam. Umat Islam berlatih untuk
tetap menjalankan kesabaran dalam berbagai hal, karena orang sabar adalah
kekasih Tuhan.
Suatu hari Nabi pernah bertanya kepada para sahabat: Atadruna man al-Muflis? Tahukah kalian, siapakah orang yang disebut orang yang bangkrut atau pailit itu? Para sahabat menjawab: "Orang bangkrut adalah orang yang seluruh harta bendanya ludes". Kemudian Nabi bersabda: "Bukan, bukan itu orang yang disebut bangkrut itu. Orang bangkrut adalah, orang yang saat menghadap Allah di hari kiamat dengan membawa pahala shalatnya, puasanya, zakat dan hajinya, tetapi pada waktu hidup di dunia ia suka berbuat zalim (mengganggu saudaranya, tetangga, merampas hak orang lain) dan pada waktu meninggal belum sempat meminta maaf kepada mereka."
Pada zaman
modern ini, tradisi positif seperti silaturahim yang telah dibangun oleh orang
tua kita dulu sudah semakin punah. Hal ini karena kehidupan modern cenderung
materialistis dan individualis. Orang bersedia berteman jika ada kepentingan
kerja atau bisnis. Di kota-kota besar misalnya, antara tetangga satu
dengan tetangga yang lain tidak saling mengenal karena rumah mereka sudah
dibatasi oleh pagar dan dinding tembok yang tinggi. Sebagaimana yang diramalkan
oleh Alvin Toffler, bahwa zaman modern akan melahirkan manusia-manusia
impersonal, manusia yang tercerabut dari nilai-nilai kemanusiaannya. Pengaruh
IT dan perangkat media sosial lainnya, seperti handphone dan android juga
mereduksi nilai silaturrahim yang tidak lagi face-to-face, tetapi
sudah digantikan dengan face book dan aplikasi lainnya,
termasuk pembelajaran di kelas dengan e-learning.
Namun
beruntung, umat Islam masih memiliki tradisi yang baik yang perlu dilestarikan
untuk mengatasi dampak modernisasi tersebut, seperti: tadarrus al-Qur’an, tahlil dan
yasin berjamaah, berzanji dan diba’, majlis-majlis ta’lim, baik
di tingkat RT maupun RW. Tradisi tersebut merupakan salah satu bagian dari
bentuk ukhuwuah islamiyah, ukhuwah basyariyah dari
sekian tradisi baik lainnya yang ada dalam ajaran Islam dan tradisi Islam
Nusantara. Tradisi silaturrahim, saling berkunjung ke saudara, tetangga dan
kawan, memuliakan tamu, adalah merupakan prilaku positif yang diajarkan oleh
Islam. Bahkan ditegaskan oleh Nabi: Jika orang ingin dilapangkan rizkinya
dan dipanjangkan umurnya maka supaya menjalin silaturahim. Akhirnya, semoga
ibadah puasa kita selama bulan ramadhan berdampak pada kehidupan sehari-hari
selama 11 bulan ke depan.
Referensi:
https://www.uin-malang.ac.id/r/200501/makna-idul-fitri.html