MELIRIK GAYA HIDUP MINIMALIS
Gambar:
senjaandbooks.com
Jujur, aktifitas di luar yang tinggi memang seringkali membuat kita
jadi lupa untuk melihat tempat terdekat kita dengan seksama, yaitu rumah kita.
Rutinitas di luar kadang membuat kita capek dan segera ingin pulang untuk
beristirahat. Namun sesampai di rumah ternyata rasa segera istirahat tidak
dapat langsung di eksekusi, karena melihat rumah yang berantakan dan sampah
bekas kita makan ada di mana – mana. Apalagi beberapa barang yang membuat rumah
kita begitu penuh. Rasanya pengen berlari keluar lagi, menghirup nafas sedalam
– dalamnya. Baru kembali agar pikiran dan hati
lebih longgar dan siap menghadapi keadaan yang mengenaskan di rumah.
Iya, memang rumah
yang terlihat penuh barang akan membuat pikiran kita juga terasa penuh. Hati
terasa sumpek dan mata pedas. Sebaliknya rumah yang berkesan luas dan bersih
akan membuat pikiran juga longgar dan hati lapang. Memang ada dua fenomena yang
sekarang berlawanan terjadi. Seperti maraknya transaksi online dimana orang di
manjakan dengan kemudahan mendapatkan fasilitas jual beli. Tinggal klik
gambar,transfer barang segera akan sampai di rumah. Pilihan barangpun macam –
macam, sehingga dengan mudah orang dapat melakukan transaksi jual beli. Tidak
seperti jaman konvensional yang membeli baju harus naik angkot ke pasar.
Jikalau naik kendaraan pribadi pun harus rela kehilangan bensin. Sehingga
budaya beli, menghabiskan menjadi sesuai yang mudah karena di fasilitasi dengan
kecanggihan modernitas yang melenakan. Tradisi konsumtif yang membuat kita
tergoda membeli apa saja yang kadang hanya kita inginkan tidak kita butuhkan.
Endingnya semakin membuat barang
menumpuk di rumah.
Namun manusia
memang tidak gampang puas. Saat barang barang sudah terbeli akan timbul
keinginan untuk membeli lagi dengan kualitas yang lebih. Karena keasyikan
membeli itu bisa menjadi candu yang siap
membuat kita ketergantungan sampai titik darah penghabisan. Untuk itu, ada
baiknya kita perlu melihat diri sendiri. Akan kah terus kita konsistenkan budaya
seperti ini? Tidak kah kita ingin melakukan perubahan agar tidak semakin
menumpuk barang yang notabenenya sering hanya kita pakai sekali dan akhirnya hanya
akan menyampah.
Belajar dari buku yang berjudul “Goodbye Things” karya Fumio Sasaki, Hidup Minimalis ala orang Jepang. Membuat kita mengerti bagaimana menyederhanakan hidup dan berkesadaran dengan konsep “ Hidup Minimalis”. Menurut Fumio konsep minimalisme adalah mengurangi jumlah kepemilikan hingga hanya memiliki barang barang yang paling pokok agar kita bisa lebih fokus terhadap hal – hal yang sungguh penting bagi hidup kita. Konsep ini membuat hidup kita lebih teratur dan merdeka dari barang atau hal yang sering membuat diri kita sesak dada.
Sebenarnya memiliki jumlah barang yang sedikit akan memberikan
ketenangan tersendiri, Kita sering berfikir bahwa kebahagian dapat kita peroleh
dengan membeli barang-barang yang kita inginkan, hal ini menjadikan kita
mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya untuk membeli barang-barang tersebut.
Definisi sukses diukur menjadi banyaknya uang dan jumlah barang yang
kita miliki . Padahal dengan hidup minimalis kita hanya menggunakan barang atau
sesuatu yang kita butuhkan. Hidup minimalis memberi manfaat tersendiri seperti
rumah yang lebih rapi, menghemat waktu dan energi serta menjadikan diri kita
lebih banyak bersyukur.
Sesungguhnya dalam
Islam , Allah telah mengingatkan untuk tidak terlalu dalam hal apapun. “ Innallaha
laa yuhibbul musrifiin” Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang – orang
yang berlebihan. Ini membuktikan bahwa dalam Islam sendiri tidak di anjurkan
untuk berlebihan, apalagi menumpuk barang yang jarang kita manfaatkan. Untuk
itu ketika banyak orang mendengungkan konsep “ Hidup Minimalis” Sebenarnya
sudah di mulai oleh Islam. Tinggal bagaimana kita mengambil nilai – nilai itu
untuk di jadikan acuan untuk hidup yang lebih proposional. Sanggupkah? Insya
Allah mampu, selagi kita mulai sekarang menyingsingkan baju.