PENDIDIKAN BUKAN MONOPOLI KAUM KASTA TINGGI : FILM SUPER 30

PENDIDIKAN BUKAN MONOPOLI KAUM KASTA TINGGI : FILM SUPER 30

 


gambar: internet


Hari ini bukan pangeran yang naik tahta, tetapi orang yang membuktikan nilainya. Belajarlah maka kau akan  menaklukkan dunia, belajarlah untuk mengenal diri sendiri, belajar dan kalahkan rintangan. Belajarlah maka kau akan menghancurkan kesengsaraan ( Super 30)


REVIEW FILM

Judul                   : Super 30

Pemain                 : Hrithik Roshan, Munal Thakur, Virendra Saxena

Sutradara             : Vikas Bahl

Tanggal Rilis        : 12 Juli 2019

Music                   : Ajay-Atul

Negara                  : India


Anand Kumar, mahasiswa jenius yang sangat senang belajar walaupun hidup dalam kemiskinan. Dia memenangkan medali emas Ramanujan tahun 1997 dan membanggakan India. Suatu kali dia berhasil menulis makalah mengenai teori bilangan yang diterbitkan dalam Mathematical Spectrum dan The Mathematical Gazette. Atas prestasinya ini dia diterima di Cambridge University. Betapa bahagainya Anand,  begitupun ayahnya yang sehari – harinya menjadi petugas pos. Ayah dan anak ini pun berusaha mengumpulkan biaya untuk perjalanan ke Inggris, namun sayang dukungan dari donator atau pun Bapak menteri yang dulu pernah menawarinya jika butuh bantuan , ternyata tiada hasil apapun. Ayah dan anak ini banyak mendapat penolakan , sehingga mereka tidak berdaya.

Hingga suatu ketika ayah Anand meninggal sebab serangan jantung. Kesedihan mendera, Anand Kumar memutuskan untuk membatalkan keinginannya untuk mengejar masa depannya di Cambride, dia merelakan hidupnya berjualan papads (sejenis makanan India) untuk membantu perekonomian keluarga. Apalagi setelah kematian ayahnya. Ia masih memiliki adik laki – laki dan ibu yang harus dijaga.

Suatu ketika dia bertemu Lallan Singh, asisten menteri setempat. Lallan membawa Anand sebagai pengajar di pusat pelatihannya yaitu Excellence Coaching Center. Salah satu tempat kursus bonafid yang mampu mengantar siswa untuk lulus ujian masuk kampus Indian Institutes of Technology (IIT). IIT adalah kampus teknik paling prestisus di India. Anand menerima tawaran itu, dan Anand menjadi salah satu pengajar favorit dengan bayaran mahal. Kini dia dan keluarga hidup dengan kecukupan.

Suatu malam, Anand bermaksud pulang ke rumah, namun sepeda motornya rusak. Dia bertemu seorang bocah lelaki miskin yang semangat sekali belajar, walaupun tidak bersekolah namun dia serius belajar.  Dia adalah anak dari seorang penarik kendaraan seperti becak. Kebetulan Ayah bocah itu, dengan becaknya mengantar Anand pulang ke rumah.  Lewat orang tua itu Anand mendapatkan sebuah fakta yang membuat dia tercengang, apa yang dikatakan orang tua itu benar – benar menyentuh hatinya.

 “ Apakah anda ingat bocah suku Ekalavya  di Mahabharata? Dia memiliki keterampilan memanah yang lebih baik dari Arjuna . Tapi apa yang diminta guru mereka Drona kepadanya? Dia meminta jempolnya di potong. Mengapa? Supaya Pangeran Arjuna tidak akan kehilangan posisinya sebagai pemanah terbaik. Tidak ada yang berubah. Anak - anak raja masih akan menjadi raja. Seperti guru Drona di Mahabharata, para guru dewasa ini bermitra dengan para raja. Dan itulah yang akan selalu terjadi. Orang – orang seperti kami masih akan menuntut ibu jari Ekalavya kami. Dan para pangeran akan tetap di anggap yang paling cerdas. Siapa yang akan mengubah banyak hal?

          Kata – kata orang tua ini menghunjam hatinya, dia teringat bagaimana ayahnya berjuang dengan keras untuk mengumpulkan dana agar dia bisa mengambil beasiswa di Cambride, namun perjuangan harus berakhir saat ayahnya meninggal. Ia ingat prinsip dan perkataannya ayahnya, ” Dunia telah berubah sekarang, putra raja tidak akan mewarisi tapi siapa yang berhak memerintah itulah yang akan naik tahta.!” . Dia pun merenung. Akan kah orang – orang miskin akan tetap seperti ini. Akankah pendidikan dan kesuksesan hanyalah milik orang –orang kaya yang memiliki kasta raja?

Dari sinilah  Anand memutuskan utuk keluar sebagai pengajar Exellent, dia mulai mendirikan bimbingan untuk masuk IIT khusus untuk anak – anak miskin, bahkan gratis. Di bagian ini, saya terharu bagaimana usaha anak – anak dari berbagai daerah berusaha datang, dengan perjuangan yang tak mudah. Semua ingin mendapatkan kesempatan itu, belajar tanpa biaya, kesempatan mengejar mimpi, kesempatan merubah keadaan, mengentaskan mereka dari kebodohan dan kemiskinan. Tersebutlah 30 siswa terpilih melalui seleksi ketat. Dari sini perjuangan mereka untuk belajar dengan penuh perjuangan dimulai.

Film ini diangkat dari kisah nyata guru dan matematikawan asal Patna, Bihar, India. Anand Kumar. Kelas bimbingannya ini membuat banyak decak kagum. Hampir semua anak didiknya berhasil lulus ujian masuk kampus Indian Institutes of Technology (IIT). IIT adalah salah satu kampus teknik terbaik di India. Film ini menggambarkan kehidupan sang guru dan 30 murid pertamanya. Dengan berbagai badai yang menerpa, akhirnya bisa lulus dengan sempurna

Pendidikan adalah hak setiap orang. Anand Kumar benar- benar mengupayakan agar orang tak mampu pun mampu untuk meraih  masa depan seperti orang- orang yang mampu. Perguruan IIT bukan saja untuk orang orang kaya, laksana Arjuna namun juga orang orang miskin yang terus berusaha seperti Ekalavya. Dengan pengajaran teori dan praktek yang menyenangkan Anand menunjukkan bagaimana seharusnya karakter seorang pengajar. Saya salut dengan film ini, benar – benar menyentuh dan memberi sudut baru tentang proses pembelajaran. Lagipula pendidikan tidak seharusnya dimonopoli dan menjadi ladang bisnis bagi orang – orang berduit. Tapi juga keadilan mengenyamnya untuk setiap orang. Film ini sangat inspiratif dan layak ditonton.