SAYA INDONESIA, SAYA PANCASILA
Indonesia
dikejutkan oleh ledakan bom di
kawasan gereja Surabaya, Jawa Timur. Insiden
tersebut membuat resah masyarakat. Pada pertengahan Mei 2018. Setelah dilakukan penyelidikan, terbukti para
pelaku merupakan satu keluarga yang notabene beragama Islam. Hal yang membuat miris mereka merencanakan serangan ini
begitu matang, sehingga satu keluarga menjadi pelaku semua. Bahkan salah pelaku insiden tersebut adalah remaja dan anak yang belum cukup umur.
Akhir-akhir
ini makin marak tindakan radikalisasi dan
teroris di Indonesia.Hal ini bertentangan dengan Pancasila, sebagai dasar Negara. Radikalisasi
adalah paham yang ingin melakukan perubahan sesuai tujuan dengan cara-cara
kekerasan. Sedangkan terorisme adalah serangan terkoordinasi yang bertujuan
membangkitkan teror dan rasa ketakutan kepada masyarakat. Tindakan radikalisasi dan terorisme
mengancam keamanan dan ketertiban di negeri ini. Sehingga banyak teror
perpecahan bahkan bom pembunuhan yang menyebabkan puluhan nyawa orang tak
berdosa melayang.
Gerakan
teroris yang dilakukan oleh para pelaku seringkali menggunakan agama sebagai
payung aksinya. Alasan agama memang
menjadi pemicu yang sangat sensitif, ibarat di siram minyak tanah, sekecil
apapun percikan api akan langsung menyala melahap semua. Gerakan terorisme yang
dilakukan oleh para pelakunya selalu menggunakan agama sebagai payung aksinya. Bagi
mereka, memilih jalan radikal dan teror dianggap sebagai sebuah pengorbanan
mulia yang selalu dinisbahkan kepada agama.
Bahkan
mereka menganggap terorisme sebagai sebua bentuk kewajiban tunduk kepada
agama, hukum wajib yang berlaku bagi setiap individu. Lepas
dari itu, bahwa radikalisme dan segala bentuknya, sejatinya telah menabrak hak
kebebasan dalam mengekpresikan keberagamaan dan berkeyakinan. Akibatnya tidak
jarang sejumlah stempel sesat dan kafir dijadikan alat ampuh dalam mengebiri
hak kebebasan terhadap sejumlah aliran keagamaan yang berbeda.
Sebagai generasi Indonesia, negara yang kaya keberagaman. Kerukunan adalah hal utama. Namun terkadang tidak semua masyarakat mampu memahami itu. Seringkali perbedaan adalah awal mula dari kebencian. Saat seseorang merasa tidak bisa menerima perbedaan maka akan tumbuh intoleransi. Rasa tidak ingin menghormati terhadap perbedaan inilah yang memunculkan radikalisme. Jika terus dibiarkan berlarut larut akan menjadi terorisme dan rmasyarakat yang kurang sikap beragamanya paling rentan terkena pengaruhnya. Doktrin yang diyakini membuat mereka mau melakukan apapun demi membela agama. Termasuk melakukan peledakan bom yang sering kali remaja yang di incar untuk direkrut sebagai pelakunya. .
Mengapa remaja masa kini sering mudah terpengaruh radikalisme?
Salah
satu sebab mengapa remaja jaman now mudah di
pengaruhi dan menjadi sasaran empuk sebagai obyek penindak teror adalah
kurangnya keimanan terhadap agamanya sendiri. Beragama namun masih belum menjadikan agamanya sebagai pedoman dan prinsip hidup . Wawasan dan sikap beragama
kurang kuat sehingga mudah tertarik mengikutinya.
Menurut Nadirsyah Hosen, mengapa radikalisme mudah masuk ke
Indonesia? Ini disebabkan kurangnya sikap kritis terhadap ragam informasi yang diterima, sikap kurang kritis
ini karena minimnya budaya literasi pada
remaja. Literasi sendiri adalah tindakan membaca dan menulis. Namun
sesungguhnya kegiatan literasi tidak hanya mengacu tentang aktifitas membaca
dan menulis saja. Tetapi juga melek informasi, melek fakta dengan keadaan di
sekitarnya, memiliki wawasan yang luas
sehingga mudah beradaptasi dan menyelesaikan masalah dengan baik dalam
kehidupannya
Indonesia, media sosial menyerang saat literasi kita masih rendah. Wawasan yang minim membuat masyarakat kurang selektif terhadap informasi yang datang. Semua berita di telan mentah – mentah tanpa di saring dahulu. Akibatnya hoaks melanda di mana – mana, ujaran kebencian menjadi makanan sehari –hari. Kecanggihan teknologi tidak di barengi karakter yang kuat, muncullah generasi instan, sumbu pendek dan tidak menyukai proses.
Saatnya generasi muda menyaring informasi
dan selektif terhadap pengaruh yang masuk ke Indonesia. Saatnya remaja kembali
mengokohkan jiwa dengan nilai – nilai Pancasila. Adalah sebuah keharusan,
dengan bahu membahu mencari solusi dan
upaya-upaya yang mengarah agar mata rantai radikalisme dapat segera
diputus dalam bagai tempat dan kesempatan, bahwa dalam menyikapi sejumlah
tindak kekerasan hingga terorisme adalah dengan kembali pada komitmen
bersama—dalam konteks kehidupan berbangsa, bernegara, dan beragama. Dengan cara tetap teguh dan memperkokoh empat
pilar diantaranya NKRI, Pancasila, UUD 1945 dan Bhineka Tunggal Ika. Ayo,
Remaja Indonesia, kembali berpancasila.
Saya Indonesia, saya pancasila.