LITERASI PESANTREN

LITERASI PESANTREN

Literasi pesantren


LITERASI PESANTREN

Pesantren merupakan alah satu lembaga pendidikan di Indonesia. Dimana dalam pesantren banyak dipelajari ilmu- ilmu agama. Dari dulu pesantren di anggap sebagai salah satu lembaga yang memiliki kontribusi tinggi terhadap perkembangan pendidikan di Indonesia. Pesantren yang meluluskan calon ulama dan santri yang memiliki karakter ini juga berjasa dalam perjuangan merebut kemerdekaan dari kaum Belanda.

Pesantren  yang nota bene episentrum penanaman akhlak, kadang memang cenderung memfokuskan tentang ibadah, sehingga kadang melupakan ilmu-ilmu akademik, semacam sains dan yang lainnya. Padahal ilmu- ilmu itu sangat penting. Ilmu dunia yang dipahami dengan kuat dan dipelajari dengan benar, akan memberikan keseimbangan antara ibadah dan pengetahuan. Pada akhirnya akan menghasilkan kebijaksanaan spiritual dan akhlakul Karimah.

Sekarang ini kita sering mendengar mengenai literasi. Literasi sering dilaksanakan di sekolah-sekolah, baik sekolah formal maupun sekolah non formal.  Walapun sebenarnya literasi itu masih banyak yang samar dalam mengartikannya. Pondok pesantren menjadi salah satu basis literasi yang memiliki keunikan tersendiri. Pada pesantren budaya belajar dan mengkaji kitab, memberi ruang tersendiri bagi santri untuk tidak sekedar belajar tapi juga tirakat, belajar prihatin dan mengamalkan ilmunya.

Sebenarnya literasi bukan hanya sekedar membaca buku dan memahami isi dari apa yang dibaca, tapi juga merupakan kemampuan, bagaimana cara mengomunikasikan apa yang telah dibaca dalam bentuk tulisan dan lisan. Itu semua telah terajarkan di pondok pesantren, melalui kegiatan musyawarah, khitobiyah, dan kegiatan-kegiatan lain yang mengharuskan santri untuk mengomunikasikan apa yang telah didapatkan dari kegiatan literasi yang pernah dilakukan-. Hanya saja belakangan ini, kegiatan ini seringkali tidak disadari santri bahwa ini adalah kegiatan literasi.  Intensitas untuk berliterasi sedikit terasa menurun, sehingga perlu ditingkatkan lagi.

Dahulu  Islam memiliki tokoh tokoh penting yang keilmuannya sangat mempengaruhi pengetahuan dunia, sebut saja Avicena, tabib Islam, Al Farisi, Al Khawarizmi ahli matematika. Yang kesemuanya  adalah pemikir  ilmuwan Islam sekaligus  ahli ibadah yang karya- karya mempengaruhi peradaban dunia. Islam menyumbangkan pemikiran luar biasa terhadap dunia  Ini membuktikan bahwa Islam bukan melulu tentang ibadah dan akhirat, namun juga bagaimana menyiapkan kehidupan dunia yang berkualitas untuk menuju  akhirat dengan status hamba Tuhan yang pantas.

Anggapan terhadap istilah, "Kalau tidak ilmu untuk akhirat, kenapa dipelajari? Karena malaikat di alam kubur tidak akan bertanya tentang matematika, sains, tetapi tentang tauhid, ibadah dll. Mindset itu yang kadang membuat santri jadi agak " malas" mempelajari ilmu yang sepertinya tidak ada unsur agama. Ini yang kadang membuat santri terbelenggu dengan keislamannya.

Menurut pengalaman saya dulu, meskipun hanya sebentar nyantri. Santri bukannya tidak pernah mbaca buku, malah setiap hari mbaca.  Kalau di Jawa ada istilah syawir ( artinya musyawarah). Setelah ustaz menerangkan kitab di kelas madrasah, malam harinya mereka akan diskusi, musyawarah, kadang juga debat, tentang materi yang tadi dipelajari. Sebelum diskusi, masing masing santri harus membaca materi dan memahaminya. Kadang mereka maju satu satu. Seandaikan mereka menuliskan hasil diskusi, atau pemikiran mereka, tentu akan akan menjadi hal yang bermanfaat.

Sebenarnya ada seperti di Lirboyo, Kediri, kegiatan bahsul Masail ( diskusi bersama tentang permasalahan fiqh kontemporer) kadang hasilnya dibukukan, akan tetapi seringkali bukunya hanya sampai pada wilayahnya saja. Sehingga masyarakat jarang mengetahui bahwa ada ijtihad baru dari kesepakatan ulama tentang hukum atau pemecahan suatu masalah agama. Semoga pesantren mampu berbenah. Karena ditangan pesantrenlah kader - kader penerus bangsa disiapkan.

Menilik sejarah kejayaan pengetahuan Islam dimasa lampau dan melihat Islam di masa kini, tentunya sangat tepat bila menyebut pesantren sebagai pusat pengetahuan. Pesantren harusnya mencoba kembali untuk mengalihkan ghirah semangat berpengetahuan, salah satunya dengan membaca. Selain itu santri harus berani untuk mempelajari ilmu-ilmu dunia yang juga bermanfaat untuk kehidupannya.