SAAT ISLAM BICARA CINTA
Salah
satu tujuan Tuhan menciptakan manusia dengan beragam jenis adalah agar kita
saling mengenal. Li ta’arofu. Agar kita semakin mengerti dan memahami
makna di setiap perbedaan yang ada.
Dampak yang ditimbulkan dari adanya
konsep Li Ta’arofu adalah adanya perasaan untuk saling memiliki antara
mahluk lain yang dicintainya. Tentu ini merupakan hal wajar dan bisa dikatakan
normal pada umumnya.
Diakui atau pun tidak, dalam kitab
manapun tidak ada dalil yang mengharamkan atau melarang seseorang untuk saling
mencintai satu sama lain. Kalau pun ada, itu mungkin sebagai rambu-rambu agar
kita tidak sampai melebihi batas dari apa yang sudah diatur oleh-Nya.
Kita ambil satu contoh dalil Al-qur’an
yang jamak kita ketahui bersama seperti, “Wa laa taqrobuu zina”
Dalil di
atas sangat salah dan kaprah bila dipakai untuk menjustifikasi akan keharaman
mencintai satu sama lain. Larangan tersebut diberlakukan agar kita bisa menjaga
jarak antara seseorang yang kita cintai, bukan mengharamkan mencintai seseorang
yang kita sayangi.
Dalam sejarah islam, banyak sekali
contoh-contoh yang membuat kita seakan iri melihat keromantisan mereka. Mulai
dari kisah cinta Nabi Muhammad dengan Dewi Aisyah, sampai kisah Sayyidina Ali
dengan Siti Fatimah.
Mereka-mereka yang menjadi panutan
umat islam saja tetap merasa butuh yang namanya seorang pendamping hidup. Agar
senantiasa memiliki pelipur lara saat berbagai masalah datang silih berganti
menerjang kehidupan mereka.
Kita
seharusnya mencontoh bagaimana lika-liku kisah cinta mereka. Menjadikan mereka
teladan dalam memilih jodoh yang akan menemani kita sampai tua nantinya. Bukan
sebatas plagiat atau meniru seseorang yang hanya memanfaatkan cinta sebagai
pemuas nafsu belaka.
Banyak dari kita yang hanya mencintai
lawan jenis hanya berlandaskan ungkapan cinta, dan yang lebih parahnya lagi
menggunakan istilah “selamanya” dan melontarkan jutaan janji lengkap dengan
gombalan-gombalan para pujangga lama untuk lebih meyakinkan seseorang yang kita
cintai.
Padahal, kalau kita tahu apa yang
diinginkan oleh Tuhan terhadap seseorang yang kita cintai, kita akan lebih
merasa tenang dan damai. Tidak akan ada ungkapan sakit hati, teluka, kecewa,
dan lain sebagainya.
Terlepas dari itu semua, islam hanya
memberi kita jalan terbaik berupa Ta’aruf, atau saling mengenal antara
lawan jenis setelah kita siap menjadi pendamping hidupnya. Siap menjadi
seseorang yang bertanggung jawab ke depannya. yang disaksikan oleh Al-qur’an
sebagai saksi bisu dan mahar sebagai hadiahnya.